Makalah Kasus Hambalang
KATA PENGANTAR
Puji syukur
Saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya Saya
menyelesaikan makalah saya yang berjudul Peran Audit forensik dalam Mengungkap
Fraud dan Penerapannya dalam Kasus Hambalang. Makalah ini merupakan tugas
pengganti mid dari mata kuliah Akuntansi Sektor Publik.
Makalah ini
terdiri dari 4 bab yaitu pendahuluan, kajian teori, pembahasan kasus dan
penutup dalam kajian teori saya memaparkan antara lain pengertian audit
forensik, Tugas auditor forensik, Peran bpk dalam audit forensik,
Pelaksanaan audit forensik, Peran penting audit forensik,
Tujuan audit forensik. Perbedaan audit forensik dan audit
konvensional, Alasan diperlukannya audit forensik, serta Audit
forensik dalam membantu mewujudkan good Governance. Dan di bagian pembahasan saya
akan memaparkan penerapan audit forensik dalam kasus Hambalang.
Saya berharap
makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi kewajiban tugas Akuntansi Sektor
Publik. Saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saran dan kritik sangat saya harapkan.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak
kecurangan di pemerintahan di Indonesia sudah mencapai tingkat yang
memprihatinkan. Bila kita sering membaca surat kabar atau melihat televisi,
maka kita akan disuguhi banyak berita tentang kasus-kasus fraud yang telah
melibatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, baik dijajaran lembaga
legislatif, eksekutif bahkan yudikatif.
Berbagai usaha telah dilakukan Pemerintah Indonesia baik dengan memberdayakan
secara maksimal lembaga-lembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan, Pengadilan,
dan Kepolisian. Bahkan dalam dasawarsa terakhir Pemerintah juga telah membentuk
dan memberdayakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan
pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun sayangnya hasil yang di dapat masih
belum sesuai dengan harapan, di mana Indonesia masih menduduki 10 negara
terkorup di dunia. Mengapa hal ini terjadi?
Terjadinya
kecurangan tersebut yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan dapat
memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya
kecurangan berakibat serius dan membawa dampak kerugian. Apabila dilihat
dari peran akuntan publik, fenomena kecurangan ini menjadi masalah
yang serius karena menyangkut citra akuntan publik terutama auditornya.
Kecurangan yang
dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah sulit terdeteksi karena pelaku biasanya
merupakan orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan suatu proyek. Oleh
karena itu, auditor laporan keuangan harus mempunyai keahlian untuk mendeteksi
kecurangan ini. Untuk tindak lebih lanjut, auditor laporan keuangan ini hanya
dapat mendeteksi saja sedangkan untuk pengungkapannya diserahkan
pada auditor forensik yang lebih berwenang.
Auditor forensik inilah yang nantinya akan menggunakan suatu aplikasi
audit lain selain audit biasa yang digunakan para auditor
laporan keuangan untuk mengungkapkan kecurangan yaitu Audit forensik.
Peran audit
forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari waktu ke waktu semakin
terus meningkat. Audit forensik banyak diterapkan ketika Komisi Pemeberantasan
Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum yang diperlukan untuk menagani
kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut. Audit forensik
juga digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian, Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal
Kementerian untuk menggali informasi selama proses pelaksanaan audit kecurangan
(fraud audit) atau audit investigasi. Namun apakah audit forensik yang
telah diterapkan sudah cukup memadai? Artikel ini, melalui tinjauan secara
teoritisnya, akan mencoba untuk menjelaskan bagaimana peran audit forensik
dalam mengungkap fraud di instsansi-instansi pemerintah.
B. RUMUSAN
MASALAH
·
Apa pengertian
audit forensik ?
·
Apa
saja tugas dari auditor forensik ?
·
Apa
peran BPK dalam audit forensik ?
·
Bagaimana
cara pelaksanaan audit forensik ?
·
Apa
peran penting dari audit forensik ?
·
Apa
tujuan audit forensik ?
·
Apa
perbedaan audit forensik dan audit konvensional ?
·
Mengapa
audit forensik dibutuhkan ?
·
Apa
peran audit forensik dalam membantu mewujudkan good governance ?
·
Bagaimana
penerapan audit forensik dalam kasus hambalang ?
BAB II KAJIAN
TEORI
A. PENGERTIAN
AUDIT FORENSIK
Audit Forensik terdiri
dari dua kata, yaitu audit dan forensik. Audit adalah
tindakan untuk membandingkan kesesuaian antara kondisi dan kriteria. Sementara forensik adalah
segala hal yang bisa diperdebatkan di muka hukum / pengadilan.
Dengan
demikian, audit forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan
menganalisa dan membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk
menghasilkan informasi atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka
pengadilan.
Menurut
Charterji (2009) Audit forensik (forensic auditing) dapat didefinisikan
sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang memiliki
konsekuensi hukum. Audit forensik umumnya digunakan untuk melakukan pekerjaan
investigasi secara luas. Pekerjaan tersebut meliputi suatu investigasi atas
urusan keuangan suatu entitas dan sering dihubungkan dengan investigasi
terhadap tindak kecurangan (fraud), oleh karena itu audit forensik sering
juga diartikan sebagai audit investigasi.
Di Indonesia
lembaga yang berhak untuk melakukan auditforensik adalah auditor BPK,
BPKP, dan KPK yang memiliki sertifikat Certified Fraud
Examiners (CFE).
B. TUGAS
AUDITOR FORENSIK
Auditor forensik bertugas
memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation). Disamping tugas
auditor forensik untuk memberikan pendapat hukum dalam pengadilan (litigation),
ada juga peran auditorforensik dalam bidang hukum di luar
pengadilan (non litigation), misalnya dalam membantu merumuskan
alternatif penyelesaian perkara dalam sengketa, perumusan perhitungan ganti
rugi dan upaya menghitung dampak pemutusan / pelanggaran kontrak.
Audit forensik dibagi
ke dalam dua bagian: jasa penyelidikan (investigative services) dan jasa
litigasi (litigation services). Jenis layanan pertama mengarahkan
pemeriksa penipuan atau auditor penipuan, yang mana mereka menguasai
pengetahuan tentang akuntansi mendeteksi, mencegah dan mengendalikan penipuan.
Jenis layanan kedua merepresentasikan kesaksian dari seorang pemeriksa penipuan
dan jasa-jasa Audit forensik yang ditawarkan untuk memecahkan isu-isu
valuasi, seperti yang dialami dalam kasus perceraian. Tim audit harus
menjalani pelatihan dan diberitahu tentang pentingnya prosedur
Audit forensik di dalam praktek audit dan kebutuhan akan adanya
spesialis forensik untuk membantu memecahkan masalah.
C. PERAN BPK DALAM
AUDIT FORENSIK
Perkembangan
positif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia tersebut membuat Badan
Pemeriksa Keuangan yang selama era orde baru “dikerdilkan” menjadi pulih,
dengan terbitnya Undang-Undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang
menegaskan tentang kewenangan BPK sebagai Pemeriksa Keuangan Negara yang
kemudian di dukung dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2006 yang memberikan
kemandirian dalam pemeriksaan Keuangan Negara baik yang tidak dipisahkan maupun
yang dipisahkan seperti BUMN dan BUMD skaligus penentu jumlah kerugian Negara.
Oleh karena itu
BPK harus meredifinisikan dirinya untuk menjadi garda terdepan dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia, dengan cara meningkatkan metodologi
auditnya dan meningkatkan kinerja pegawainya dalam melakukan pemeriksaan
keuangan negara termasuk didalamnya keahlian tehnis dalam mendeteksi fraud
yaitu mempunyai kemampuan mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara
fair, tidak memihak, sahih, akurat serta mampu melaporkan fakta secara lengkap.
Salah satu
pendekatan yang bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan
menerapkan Audit Forensik atau sebagian orang
menyebutnya Audit Investigatif. Sebenarnya BPK sebagai Pemeriksa
Keuangan Negara memiliki prestasi yang layak diapresiasi dalam
melakukan audit forensik, dengan melakukan audit investigasi
terhadap Penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia maupun aliran Dana Bank
Indonesia ke sejumlah pejabat, dengan bantuan software khusus audit, BPK
mampu mengungkap penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total
BLBI sebesar Rp144,5 Trilyun yang berimbas terhadap beberapa mantan petinggi
bank swasta nasional diadili karena mengemplang BLBI, sedangkan kasus aliran
Dana Bank Indonesia lebih heboh lagi karena hasilaudit investigasi BPK
menunjukkan aliran dana Bank Indonesia sebesar Rp127,5 Milyar ke Pejabat Bank
Indonesia, Anggota DPR termasuk diantaranya sudah menjadi Menteri Negara, kasus
ini mencuat tajam sehingga Mantan Gubernur BI dan beberapa pejabat yang terkait
harus mendekam diterali besi ditemani koleganya para anggota DPR yang menerima
aliran dana tersebut, hal yang patut ditunggu adalah kelanjutan hasil
pengadilan yang menentukan siapa saja yang terlibat didalamnya.
D. PELAKSANAAN
AUDIT FORENSIK
Proses
pelaksanaan audit forensik, dalam banyak hal, sama dengan proses pelaksanaan
audit, tetapi dengan tambahan beberapa pertimbangan. Berikut adalah
langkah-langkah audit forensik secara umum dan singkat.
Langkah I:
Menerima tugas
Auditor
forensik pertama kali harus mempertimbangkan apakah dirinya memiliki keahlian
dan pengalaman yang dibutuhkan untuk menerima pekerjaan tersebut. Investigasi
forensik bersifat khusus, dan pekerjaan tersebut memerlukan pengetahuan tentang
investigasi fraud dan pengetahuan tentang hukum secara luas dan mendalam. Para
auditor juga harus memperoleh pelatihan di dalam melakukan teknik-teknik
interviu dan interogasi, dan bagaimana menyimpan bukti-bukti yang diperoleh
secara aman. Auditor sebaiknya tidak memberikan jasa audit umum dan investigasi
forensik atas klien yang sama.
Langkah II:
Perencanaan
Tim auditor
harus berhati-hati dalam merencanakan pekerjaan audit forensik. Perencanaan
pekerjaan audit ini paling tidak harus mencakup hal-hal berikut:
ü Mengidentifikasi
jenis fraud yang terjadi, seberapa lama fraud telah berlangsung, dan bagaimana
fraud telah dilakukan, siapa pelakunya dan juga termasuk mengkuantifikasi
kerugian finansial yang diderita oleh klien dan mengumpulkan bukti yang akan
digunakan di pengadilan.
ü Memberi saran
untuk pencegahan terulangnya fraud.
ü Mempertimbangkan
cara terbaik mendapatkan bukti.
ü Menggunakan
teknik audit berbantuan computer, bila diperlukan.
Langkah III:
Mengumpulkan Bukti
Dalam rangka
mengumpulkan bukti yang lengkap, auditor (investigator) harus memahami jenis
fraud dan bagaimana kecurangan tersebut telah dilakukan. Bukti-bukti yang
dikumpulkan harus memadai untuk membuktikan identitas pelakunya, mekanisme
pelaksanaan fraud, dan jumlah kerugian finansial yang diderita. Hal penting
yang harus dipikirkan adalah bahwa tim auditor memiliki keahlian di dalam
mengumpulkan bukti yang akan digunakan dalam kasus persidangan, dan menjaga
rantai pengamanan bukti-bukti hingga dikemukakan dalam persidangan. Jika ada
bukti yang belum dapat disimpulkan atau ada kejanggalan dalam rantai prosesnya,
maka bukti tersebut mungkin akan dimentahkan dalam persidangan, atau bahkan
bisa menjadi bukti yang melemahkan. Auditor juga harus diperingatkan bahwa
kemungkinan bukti-bukti akan diselewengkan (falsified), dirusak atau
dihancurkan oleh tersangka.
Bukti dapat
dikumpulkan dengan menggunakan berbagai teknik, seperti:
ü Menguji
pengendalian guna mendapatkan bukti adanya kelemahan (kemungkinan adanya
kecurangan);
ü Menggunakan
prosedur analistis (analytical procedures) untuk membandingkan tren dari
waktu ke waktu atau untuk memberikan gambaran tentang perbandingan antara satu
segmen bisnis dengan segmen bisnis lainnya dengan menggunakan teknik-teknik
audit berbantuan komputer.
Langkah IV:
Penyusunan Laporan
Pada tahap
akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik.
Dalam laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin
tersebut antara lain adalah:
ü Kondisi, yaitu
kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.
ü Kriteria, yaitu
standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh karena itu, jika
kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai temuan.
ü Simpulan, yaitu
berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya mencakup
sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.
E. PERAN PENTING AUDIT FORENSIK
Dalam beberapa
artikel dan literatur, pembahasan Audit forensik lebih mengarah
kepada kasus pembuktian penyimpangan keuangan atau korupsi. Akan tetapi, tidak
menutup kemungkinan, audit forensikdiperlukan untuk pembuktian pada
kasus-kasus penipuan.
Objek audit forensik adalah
informasi keuangan yang mungkin (diduga) mengandung unsur penyimpangan.
Penyimpangan yang dimaksud bisa berupa tindakan merugikan keuangan perusahaan,
seseorang, atau bahkan negara. Temuan audit dari hasil pemeriksaan
ini bisa dijadikan salah satu alat bukti bagi penyidik, pengacara, atau jaksa
untuk memutuskan suatu kasus hukum perdata. Tidak menutup kemungkinan
hasil audit juga akan memberikan bukti baru untuk tindakan yang
menyangkut hukum pidana, seperti penipuan.
Dalam kasus
semacam ini, auditor dituntut harus benar-benar independen. Meskipun
penugasan auditdiberikan oleh salah satu pihak yang bersengketa,
independensi auditor harus tetap dijaga. Auditor tidak boleh memihak pada
siapa-siapa. Setiap langkah, kertas kerja, prosedur, dan pernyataan auditor
adalah alat bukti yang menghasilkan konskuensi hukum pada pihak yang
bersengketa.
F. TUJUAN AUDIT FORENSIK
Tujuan
dari audit forensik adalah mendeteksi atau mencegah berbagai
jenis kecurangan (fraud). Penggunaan auditor untuk melaksanakan
audit forensik telah tumbuh pesat. Beberapa contoh di
mana audit forensik bisa dilaksanakan termasuk:
1) Kecurangan
dalam bisnis atau karyawan.
2) Investigasi
kriminal.
3) Perselisihan
pemegang saham dan persekutuan.
4) Kerugian
ekonomi dari suatu bisnis.
5) Perselisihan
pernikahan.
G. PERBEDAAN AUDIT
FORENSIK DAN AUDIT KONVENSIONAL
Perbedaaan
utama Audit forensik dengan Audit maupun audit konvensional
lebih terletak pada mindset (kerangka pikir). Metodologi kedua jenis
Audit tersebut tidak jauh berbeda. Audit forensik lebih menekankan
pada keanehan (exceptions, oddities, irregularities) dan pola tindakan (pattern
of conduct) daripada kesalahan dan keteledoran seperti
pada audit umum.
Prosedur utama
dalam Audit forensic menekankan pada analytical review dan teknik wawancara
mendalam (in depth interview) walaupun seringkali masih juga menggunakan
teknik audit umum seperti pengecekan fisik, rekonsiliasi, konfirmasi
dan lain sebagainya. Audit forensik biasanya fokus pada area-area
tertentu (misalnya penjualan, atau pengeluaran tertentu) yang ditengarai telah
terjadi tindak kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip
off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags), petunjuk lainnya.
Data
menunjukkan bahwa sebagian besar tindak kecurangan terbongkar karena tip off
dan ketidaksengajaan. Agar dapat membongkar terjadinya fraud (kecurangan) maka
seorang akuntan forensik harus mempunyai pengetahuan dasar Audit
dan audit yang kuat, pengenalan perilaku manusia dan organisasi (human
dan organization behaviour), pengetahuan tentang aspek yang mendorong
terjadinya kecurangan (incentive, pressure, attitudes, rationalization,
opportunities) pengetahuan tentang hukum dan peraturan (standar bukti
keuangan dan bukti hukum), pengetahuan tentang kriminologi dan viktimologi (profiling)
pemahaman terhadap pengendalian internal, dan kemampuan berpikir seperti
pencuri (think as a theft).
H. ALASAN
DIPERLUKANNYA AUDIT FORENSIK
Mencoba menguak
adanya tindak pidana korupsi dengan audit biasa
(general audit atau opinion audit) sama halnya mencoba mengikat
kuda dengan benang jahit. BPK perlu alat yang lebih dalam dan handal dalam
membongkar indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan lainnya di dalam
Pemerintahan ataupun dalam BUMN dan BUMD salah satu metodologi audityang
handal adalah dengan metodologi yang dikenal sebagai Akuntansi forensik ataupun Audit Forensik.
Audit forensik dahulu
digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap motif pembunuhan.
Bermula dari penerapan akuntansi dalam persoalan hukum, maka istilah yang
dipakai adalah akuntansi (dan bukan audit) forensik. Perkembangan
sampai dengan saat ini pun kadar akuntansi masih kelihatan, misalnya dalam
perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat
kasus korupsi atau secara sederhana
forensik menangani fraud khususnya dalam pengertian corruption dan
missappropriation of asset.
Profesi ini
sebenarnya telah disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
pasal 179 ayat (1) menyatakan: ”Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai
ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan
keterangan ahli demi keadilan”’. Orang sudah mahfum profesi dokter yang disebut
dalam peraturan diatas yang dikenal dengan sebutan dokter ahli forensik,
namun ”ahli lainnya” yang dalam ini termasuk juga akuntan belum banyak dikenal
sebutannya sebagai akuntanforensik
I.
AUDIT
FORENSIK DALAM MEMBANTU MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE
Seperti
diketahui bahwa prinsip pemerintahan yang baik atau good
governancememiliki prinsip transparansi, akuntabilitas, keadilan, kemandirian,
integritas dan partisipasi. Namun kenyataannya itu sulit diwujudkan karena
aparat pemerintah, termasuk pemerintah Indonesia, kini marak melakukan tindakan
kriminal seperti korupsi dan penggelapan dana lainnya sehingga kasus tersebut semakin
meningkat tajam dan kian memprihatinkan. Kasus tersebut muncul karena mudahnya
pelaku menerapkan semacam penipuan atau fraud sehingga kejahatannya
sulit dididentifikasi dan hanya pengadilan forensikyang bisa melacaknya.
Setidaknya ada
tiga langkah yang dapat dilakukan untuk memerangi korupsi di samping upaya
hukum antara lain preventif atau pencegahan, edukatif atau pemberdayaan, dan
terakhir investigatif atau pengungkapan kasus yang dapat dilakukan dengan
cara audit forensik.
Audit forensik
mampu menekan kasus kriminal yang berkaitan dengan keuangan di Indonesia
seperti korupsi, pencucian uang, transaksi ilegal dan sebagainya. Terlebih
kasus tersebut sering terjadi di lingkungan pemerintahan sehingga menghambat
pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik.
Dr. Christoph
Behrens, narasumber dari Center of Good Governance mengungkapkan
kelebihan investigasi audit forensik dibandingkan
investigasi lainnya adalah independen, jauh dari kecurangan dan teliti karena
setiap laporan keuangan yang masuk dihitung dan diperiksa hingga detail oleh
auditor yang kompeten. Sehingga apabila ditemukan indikasi fraud atau
penyimpangan termasuk korpusi dapat dideteksi bahkan dicegah. Menurutnya,
Audit forensik adalah alat pengontrol dan investigasi setiap kegiatan
keuangan pemerintah pusat dan daerah sehingga dapat diketahui hasil bahkan
pelanggarannya. Dengan itu, dapat mencegah tindakan pidana yang mungkin terjadi
serta mewujudkan pemerintah yang baik serta profesional.
Prof Dr Margareth
Gfrerer juga menyebutkan bahwa audit forensik dapat dilakukan dengan
sistem pengendalian internal terutama melalui penerapan manajemen resiko.
Sistem pengendalian tersebut dapat berjalan apabila didukung kebijakan dari
bawah hingga atas dengan skema prosesauditing, evaluasi, monitoring,
dan pelaporan. Dengan penerapan sistem seperti itu akan meminimalisasi
timbulnya resiko seperti, pelanggaran dan kasus korupsi yang terjadi sehingga
mewujudkan upaya good governance yang berlandaskan transparansi dan
akuntabilitas.
BAB III PEMBAHASAN
CONTOH PENERAPAN AUDIT FORENSIK DALAM KASUS HAMBALANG
1. Kasus Hambalang
Pembangunan
Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional (P3SON) di Hambalang,
Sentul, Bogor, Jawa Barat, menuai kontroversial. Dalam audit BPK, ditulis bahwa
proyek bernilai Rp1,2 triliun ini berawal saat Direktorat Jenderal Olahraga
Departemen Pendidikan Nasional hendak membangun Pusat Pendidikan Pelatihan
Olahraga Pelajar Tingkat Nasional (National Training Camp Sport Center).
Kemudian, pada
tahun 2004 dibentuklah tim verifikasi yang bertugas mencari lahan yang
representatif untuk menggolkan rencana tersebut. Hasil tim verifikasi ini
menjadi bahan Rapim Ditjen Olahraga Depdiknas untuk memilih lokasi yang
dianggap paling cocok bagi pembangunan pusat olahraga tersebut. Tim verifikasi
mensurvei lima lokasi yang dinilai layak untuk membangun pusat olahraga itu.
Yakni di Karawang, Hambalang, Cariu, Cibinong, dan Cikarang. Tim akhirnya
memberikan penilaian tertinggi pada lokasi desa Hambalang, Citeureup, Bogor.
Tim melihat, lahan di Hambalang itu sudah memenuhi semua kriteria penilaian
tersebut di atas. Sehingga lokasi tersebut dipilih untuk dibangun.
Menindaklanjuti
pemilihan Hambalang, Dirjen Olahraga Depdiknas langsung mengajukan permohonan
penetapan lokasi Diklat Olahraga Pelajar Nasional kepada Bupati Bogor. Bupati
Bogor menyetujui dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Bogor nomor
591/244/Kpes/Huk/2004 tanggal 19Juli 2004. Sambil menunggu izin penetapan
lokasi dari Bupati Bogor tesebut, pada 14 Mei 2004, Dirjen Olahraga telah
menunjuk pihak ketiga yaitu PT LKJ untuk melaksanakan pematangan lahan dan
pembuatan sertifikat tanah dengan kontrak No.364/KTR/P3oP/2004 dengan jangka
waktu pelaksanaan sampai dengan 9 November 2004 senilai Rp4.359.521.320.
Namun, ternyata
lokasi Hambalang itu masuk zona kerentanan gerakan tanah menengah tinggi sesuai
dengan peta rawan bencana yang diterbitkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM. Sesuai dengan sifat batuannya, PVMBG
menyarankan untuk tidak mendirikan bangunan di lokasi tersebut karena memiliki
risiko bawaan yang tinggi bagi terjadinya bencana alam berupa gerakan tanah.
Selain itu,
status tanah di lokasi dimaksud masih belum jelas, meskipun telah dikuasai sejak
pelepasan/pengoperan hak garapan dari para penggarap kepada Ditjen Olahraga
setelah realisasi pembayaran uang kerohiman kepada para penggarap sesuai Berita
Acara Serah Terima Pelepasan/Pengoperan Hak Garapan tertanggal 19 September
2004.
Sejak itulah area
tanah tersebut diakui sebagai aset Ditjen Olahraga dan kemudian pada tanggal 18
Oktober 2005 diserahterimakan kepada organisasi baru yaitu Kementerian Negara
Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) setelah Ditjen Olahraga berubah menjadi
Kemenpora. Menpora saat itu, Adhyaksa Dault mengakui bahwa untuk membangun
pusat olahraga pihaknya mengajukan anggaran sebesar Rp125 miliar. Karena proyek
tersebut awalnya bukan untuk pembangunan pusat olahraga. Melainkan hanya pembangunan sekolah olahraga.
"Rekomendasi awalnya, di sana hanya untuk bangun sekolah olahraga dua
lantai dan saya tidak tahu bagaimana ceritanya berubah menjadi sport
center," kata Adhyaksa saat berbincang dengan VIVAnews.
Nilai proyek
ini kemudian melejit hingga Rp2,5 triliun saat Kemenpora dipimpin oleh Menteri
Andi Mallarangeng. Hal tersebut terungkap dalam audit Hambalang, bahwa pada
tanggal 8 Februari 2010 dalam Raker antara Kemenpora dengan Komisi X, Menpora
menyampaikan rencana Lanjutan Pembangunan tahap I P3SON di Bukit Hambalang
Rp625.000.000.000. Permintaan itu diajukan karena dalam DIPA Kemenpora TA 2010
baru tersedia Rp125 miliar. Menpora Andi Mallarangeng juga menyampaikan bahwa
usulan tersebut merupakan bagian rencana pembangunan P3SON Bukit Hambalang
Sentul yang secara keseluruhan memerlukan dana sebesar Rp2,5 triliun.
Andi
Mallarangeng pun menghormati hasil audit BPK atas proyek
Hambalang tersebut. Bahkan dirinya mendukung perlu adanya pihak yang
bertanggung jawab jika memang ditemukan adanya penyimpangan. "Sebagai
menteri tentu saya menjalankan tugas sebaik-baiknya termasuk dalam hal
pengawasan," kata Andi.
Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo menyebut total kerugian negara akibat
Proyek Hambalang sebesar Rp463,67 miliar. Hal itu disampaikan dalam paparan
laporan hasil audit Hambalang Jilid II di ruang pimpinan DPR, Senayan, Jakarta,
Jumat (23/8). "BPK menyimpulkan ada indikasi kerugian negara sebesar
Rp463,67 miliar akibat adanya indikasi penyimpaangan dan penyalahgunaan
wewenang wewenang yang mengandung unsur-unsur pidana yang dilakukan pihak-pihak
terkait dalam pembangunan P3SON Hambalang," paparnya.
Pelanggaraan
tersebut terletak pada beberapa tahapan. Pertama, proses pengurusan hak atas
tanah. Kedua, proses pengurusan izin pembangunan. "Ketiga, proses
pelelangan. Keempat, proses persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun
Jamak," tambahnya. Kelima, pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan keenam,
pembayaran dan aliran dana yang diikuti rekayasa akuntansi.
Terkait proses
persetujuan RKA-KL dan persetujuan Kontrak Tahun Jamak, BPK juga menemukan
adanya pencabutan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 56/PMK.02/2010 yang
diganti dengan PMK Nomor: 194/PMK.02/2011 tentang Tata Cara Pengajuan
Persetujuan Kontrak Tahun Jamak Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang
diduga mengalami penurunan makna substantif dalam proses persetujuan Kontrak
Tahun Jamak. Hal ini dapat melegalisasi penyimpangan semacam kasus hambalang
untuk tahun-tahun berikutnya.
2. Hasil Audit
Forensik Kasus Hambalang
Ketua Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo memaparkan sejumlah hasil audit
terhadap kasus Hambalang ke DPR. Menurutnya laporan audit investigasi
kasus Hambalang dilakukan dua tahap. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kasus
Hambalang tahap I dilakukan pada 30 Oktober 2012.
Hasilnya telah disampaikan
ke DPR. Dalam LHP tahap I, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap
peraturan perundang-undangan atau penyalahgunaan wewenang dalam proses
persetujuan tahun jamak, proses pelelangan, proses pelaksanaan konstruksi, dan
dalam proses pencarian uang muka yang dilakukan pihak terkait dalam pembangunan
Hambalang yang mengakibatkan timbulnya indikasi kerugian negara
sekurang-kurangnya Rp 263,66 miliar.
Artinya, LHP
tahap I dan II merupakan satu satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya
secara komprehensif menyajikan berbagai dugaan penyimbangan dan/atau
penyalahgunaan wewenang dalam pembangunan Hambalang.
Dalam LHP tahap
II, terang Hadi, BPK menyimpulkan terdapat indikasi penyimpangan dan/atau
penyalahgunaan wewenang yang mengandung penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak
terkait dalam pembangunan proyek hambalang. Penyimpangan wewenang itu terjadi
pada proses pengurusan hak atas tanah, proses izin pembangunan, proses
pelelangan, proses persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, pelaksanaan
pekerjaan konstruksi, pembayaran, dan aliran dana yang di ikuti dengan rekayasa
akuntasi dalam proyek Pusat Pendidiakn
Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3 SON), Hambalang.. Dalam LHP tahap II ini BPK
kembali menemukan adanya penyimpangan dalam proses pengajuan dan kerugian
negara mencapai Rp471 miliar.
Berikut kesimpulan LHP tahap
II BPK soal Hambalang;
1) Bahwa permohonan persetujuan
kontrak tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek
pembangunan P3 SON Hambalang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana yang
ditetapkan dalam peraturan yang berlaku, sehingga selayaknya permohonan
tersebut tidak dapat disetujui Menteri Keuangan.
2) Bahwa pihak-pihak terkait
secara bersama-sama diduga telah melakukan rekayasa pelelangan untuk
memenangkan rekanan tertentu dalam proses pemilihan rekanan pelaksana proyek
pembangunan P3 SON Hambalang.
3) Bahwa pihak Kemenpora selaku
pemilik proyek tidak pernah melakukan studi amdal maupun menyusun DELH (Dokumen
Evaluasi Lingkungan Hidup) terhadap proyek pembangunan P3 SON Hambalang
sebagaimana yang diamanatkan UU Lingkungan Hidup. Persyaratan adanya studi
amdal terlebih dahulu sebelum mengajukan izin lokasi, site plan, dan IMB kepada
Pemkab Bogor tidak pernah dipenuhi oleh Kemenpora.
Terkait dengan
persetujuan RAK K/L dan persetujuan tahun jamak, BPK juga menemukan adanya
pencabutan Peraturan Menteri Keuangan No 56/2010 yang diganti dengan Peraturan
Menteri Keuangan No 194/2011 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak
Tahun Jamak dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan
Menteri Keuangan No 194/2011 patut diduga bertentangan dengan Pasal 14 UU No
1/2004. Peraturan tersebut diduga untuk melegalisasi dugaan penyimpangan yang
telah terjadi. Pencabutan Permenkeu No 56/2010,mengindikasikan adanya
pembenaran atas ketidakbenaran atau penyimpangan atas Pasal 14 UU No 1/2004.
Berbagai indikasi penyimpangan yang dimuat dalam LHP tahap I dan II
mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 463,67 miliar. Yaitu senilai total
dana yang telah dikeluarkan oleh negara untuk pembayaran proyek pada 2010 dan
2011 sebesar Rp 471, 71 miliar. Dikurangi dengan nilai uang yang masih
berada pada KSO AW sebesar Rp 8,03 miliar.
Kesimpulan
tersebut, didasarkan pada fakta-fakta sebagai berikut. Kemenpora tidak pernah
memenuhi persyaratan untuk melakukan studi amdal sebelum mengajukan izin
lokasi. Kemudian, setplant dan izin mendirikan bangunan kepada pemkab Bogor
atau menyusun dokumen evalusi lingkungan hidup mengenai proyek Hambalang.
Permohonan
persetujuan tahun jamak dari Kemenpora kepada Menteri Keuangan atas proyek
Pembangunan Hambalang, kata Hadi, tidak memenuhi persyaratan sebagai mana yang
ditetapkan dalam peraturan yang berlaku. Sehingga sudah seharusnya
permohonan tersebut ditolak.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Audit forensik
dapat didefinisikan sebagai aplikasi keahlian mengaudit atas suatu keadaan yang
memiliki konsekuensi hukum. Tujuan dari audit forensik adalah
mendeteksi atau mencegah berbagai jenis kecurangan. Salah satu pendekatan yang
bisa diambil dalam upaya pemberantasan korupsi adalah dengan menerapkan
Audit Forensik. Audit forensik mampu menekan kasus kriminal
yang berkaitan dengan keuangan di Indonesia seperti korupsi, pencucian uang, transaksi
ilegal dan sebagainya. Terlebih kasus tersebut sering terjadi di lingkungan
pemerintahan sehingga menghambat pemerintah baik pusat maupun daerah untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik.
Dalam kasus Hambalang Audit Forensik
dibutuhkan untuk mengungkap kecurangan yang terjadi dalam kasus tersebut. Hal tersebut juga penting
untuk pengembangan kasus dugaan korupsi Hambalang yang tengah ramai dibicarakan saat ini.
B. SARAN
·
Kepada
para peneliti dapat disarankan untuk melakukan penelitian empiris yang
bertujuan untuk memformulasikan kelembagaan ideal dari profesi
akuntan forensik di Indonesia.
·
Kepada
praktisi akademis dapat disarankan untuk merancang kurikulum pendidikan yang
memungkinkan untuk dihasilkannya tenaga akuntan forensik yang
kompeten.
·
Penelitian
empiris juga penting dilakukan untuk menguji tipologi korupsi dan relevansi
model fraud triangle sebagai penyebab tindakan orang melakukan tindakan korupsi
di Indonesia.
·
Dalam
penanganan kasus Hambalang, kegiatan audit forensik dinilai masih sangat
lamban, sehingga perlu adanya peningkatan kinerja dan upaya dari tim auditor
forensik pemerintahan
DAFTAR PUSTAKA
Akuntono, Indra. (2013, 13
September).BAKN.Ajukan Tiga Rekomendasi Terkait Kasus Hambalang. http://nasional.kompas.com/read/BAKN-Ajukan-Tiga-Rekomendasi-Terkait-Kasus-Hambalang. Diakses pada 27
November 2013, 01:05.
Dahono. (2013) 03 Januari. Audit forensik membedah fraud dan litigasi. http://itjen.deptan.go.id/479-auditforensikmembedahfrauddanligitasi. Diakses pada 27 November 2013, 02:10.
Dewi, Apristia Krisna. (2011, 23 Juni). Audit Forensik Bantu Wujudkan Good Governance. http://www.uinjkt.ac.id. Diakses pada 27 November 2013, 01:10.
Fajar, Ajat M. (2013, 23 Agustus ). Inilah Hasil Audit Tahap II BPK Soal Hambalang. http://nasional.inilah.com. Diakses pada 27 November 2013, 01:10.
Farahdina,
Gita. (2013, 23 Agustus). BPK: Kasus Hambalang Rugikan Negara Rp463,67
Miliar. http://Metrotvnews.com.
Diakses pada 27 November 2013, 00:30.
Hopwood,
William, George Young, Jay Leiner. Forensic Accounting. http://Amazon.com:
(9780073526850):Books.
Keris, Panji. (2012, 24 April). Gambaran Umum Audit Forensik. http://panjikeris.wordpress.com/2012/04/24/audit-forensik/. Diakses pada 27 November 2013, 02:47.
Novita, Dyah Ratna Meta. (2013, 23 Agustus). Berikut Hasil Audit BPK Soal Hambalang. http://Republika.co.id. Diakses pada 27 November 2013, 01:05.
Purjono. 2013. Peran
Audit Forensik Dalam Memberantas Korupsi Di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Suatu Tinjauan Teoritis. [pdf]. Diakses pada 27 November 2013, 01:05.
Tirta, Dwi. (2013, 21 Maret). Audit Forensik Untuk
Mendeteksi Risiko Fraud atau Kecurangan. http://mediainformasi.org/audit-forensik-untuk-mendeteksi-risiko-fraud-atau-kecurangan. Diakses pada 27
November 2013, 01:00.
Tuanakotta,
Theodorus M. 2007. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif.
Seri Departemen Akuntansi FEUI. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Univesitas Indonesia.
pt318 jw pei japan,aku schuhe deutschland,schutz sandalias,mykita deutschland,schutz portugal,goodr france,mou scarpe saldi,armanibrasil,maui jim sunglasses hp738
BalasHapus